Jumat, 10 April 2009

Dampak Lingkungan

Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Dalam konstelasi wilayah propinsi, bentang wilayah Kabupaten Wonosobo terletak di bagian tengah. Luas wilayahnya adalah 98.468,38 hektar yang terbagi dalam 14 kecamatan, dengan ketinggian berkisar 270 – 2.250 meter di atas permukaan laut (m dpl). Sebagian besar wilayahnya terdiri dari pegunungan dengan kelerengan bervariasi mulai dari 2 sampai dengan 90 persen. Bentang alam yang demikian berkaitan dengan ketaknya yang berada di lereng gunung Sindoro.
Sebagai bagian dari gunung Sindoro maka Kabupaten Wonosobo memiliki potensi bahan galian pasir dan batu-batuan yang merupakan produk alam dari aktivitas gunung tersebut. Bahan galian pasir dan batu ini termasuk dalam klasifikasi bahan galian C.
Potensi bahan galian pasir dan batu-batuan di Kabupaten Wonosobo banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini seperti yang terjadi di wilayah Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo, terutama di dua desa, yaitu Desa Candimulyo dan Desa Pagerejo. Lokasi penggalian tersebut dapat diamati di sebelah kanan dan kiri ruas jalan lintas Wonosobo-Semarang.
Kegiatan penggalian bahan galian Golongan C di Kecamatan Kertek pada umumnya areal tegalann dan eks lahan perkebunan teh serta tembakau. Kegiatan tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara tradisional. Lapisan tanah bagian atas digali dengan cangkul dan sekop. Umumnya pada kedalaman 2 -3 meter telah dapat dicapai lapisan pasir/batuan. Bahkan ada yang baru mencapai kedalaman sekitar satu meter sudah dicapai lapisan pasir/batuan. Lapisan pasir/batuan inilah yang menjadi tujuan penggalian.
Galian tanah diangkut dengan kendaraan ke luar lokasi penggalian atau ditempatkan dekat lokasi penggalian, tapi terpisah dengan bahan galian. Lapisan pasir/batuan yang telah dibongkar, dipisah-pisahkan antara pasir arau batu. Batuan yang besar langsung ditempatkan tersendiri di sekitar lokasi penggalian. Sementara pasir yang masih kasar diayak sehingga diperoleh pasir halus dan krokos. Pasir halus siap untuk dijadikan bahan bangunan, sedangkan krokos biasanya untuk bahan urug bangunan maupun jalan. Sebagian batu ada yang dibiarkan dalam bentuk bongkahan besar (blonos) untuk bahan pondasi, dan sebagian lagi ada yang dipecah-pecah menjadi kecil-kecil untuk bahan pengaspalan jalan baru dan bahan bangunan lainnya.
Dalam jangka pendek kegiatan penggalian ini mampu memberikan konytribusi positif dalam mengatasi permasalahan ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu kegiatan ini semakin berkembang karena masyarakat dapat langsung merasakan hasilnya. Namun demikian, pemanfaatan sumberdaya alam dengan eksplorasi terhadap bahan-bahan galian dibawahnya, pada umumnya berkecenderungan dilaksanakan tanpa memikirkan aspek kelestarian dan keselamatan sumberdaya alam itu sendiri. Hal ini banyak disebabkan oleh kepentingan ekonomi yang lebih diperhatikan dibandingkan dengan kelestarian lingkungan dalam jangka panjang.
Pengabaikan terhadap kelestarian lingkungan cukup potensial terjadi dalam kegiatan penambangan bahan galian golongan C di Kecamatan Kertek. Dari hasil observasi awal, peneliti melihat bahwa kegiatan eksplorasi dilakukan dengan cara penggalian vertikal. Cara tersebut selain tidak memperhatikan aspek keselamatan kerja bagi penambang, juga sangat potensial untuk menimbulkan dampak negatif terhadap sumber air karena dapat memutuskan aliran mata air di bawahnya. Akibatnya kuantitas dan kualitas sumber air pada daerah yang berada di bawah areal penambangan dapat berkurang. Lokasi bekas penambangan umumnya dibiarkan begitu saja, tanpa dilakukan reklamasi. Selain itu, limbah hasil penambangan, seperti batu-batu kecil, dibiarkan teronggok begitu saja di seputar areal penambangan.
Kegiatan penambangan galian golongan C di Kecamatan Kertek juga dapat menimbulkan bahaya lain, yaitu potensi terjadinya tanah longsor. Dari hasil kajian Identifikasi Dampak Lingkungan di Kabupaten WonosoBo, yang dilakukan Kantor Lingkungan Hidup dan Pemerintah Kabupaten Wonosobo, disebutkan bahwa daerah-daerah di Kabupaten Wonosobo dengan kriteria kerentanan gerakan tanah yang potensial untuk terjadi bencana alam berupa tanah longsor. Kerentanan gerakan tanah sedang dan tinggi hampir mendominasi seluruh wilayah Kabupaten Wonosobo.
Dampak kegiatan penambangan galian C juga dapat dialami oleh masyarakat di masa depan. Manfaat ekonomi dari hasil kegiatan penambangan hanya dirasakan oleh masyarakat sepanjang areal pertambangan masih bisa dieskplorasi. Sementara untuk generasi mendatang bisa jadi hanya mewarisi lahan yang sudah rusak akibat kegiatan eksplorasi. Hal ini cukup potensial untuk terjadi karena dari hasil pengamatan, dalam kegiatan penambangan galian C di Kecamatan Kertek aspek kelestarian lingkungan maupun keberlanjutan kemanfaatan lahan untuk kedepan cenderung diabaikan. Hal tersebut diindikasikan dengan tidak dilakukannya reklamasi maupun langkah-langkah lain untuk mengembalikan fungsi lahan seperti sebelum dilakukannya kegiatan eksplorasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar